Mie Instan Hari Ini

  • Sabtu, Februari 07, 2015
  • By Reza Kurniawan
  • 5 Comments

UAS Fotografi - Indomie Goreng Rasa Sate


Sebungkus kemasan mie instan rasa soto di buka. Lalu mie tersebut dimasak, dibagi menjadi dua bagian. Kami memakan mie instan dengan porsi setengah. Satu untukku, dan satu lagi untuk adik. Dibagi rata. Rasanya memakan setengah porsi pun sudah nikmat. Bukan karena kami sedang irit, ataupun memilih untuk hidup sehat. Kami, atau lebih tepatnya mamah saya membatasi porsi mie instan karena memang saat itu, pada saat umur saya masih berjumlah tidak lebih dari jari di tangan.
Saya ingat sekali rasanya menikmati mie instan cukup hanya setengah porsi seperti itu. Tanpa beban dan seperti nya memang banyak pilihan (dari dulu memang mie instan selalu banya pilihan, saya suka melihat tumpukan mie instan yang berada di warung, dan itu tidak penting)

Semakin mengikuti masa depan, semakin banyak pula varian mie instan yang ada. Saya ingat beberapa jenis atau merk yang masih tersimpan jelas di otak ini. Ada Mie selera rakyat, yang iklannya banyak orang berjoget-joget karena bahagia mendapatkan varian mi yang (rasanya) merakyat. Kalau tidak salah rasanya manis-manis gurih. Atau, Top Ramen dari Nissin yang ukurannya tidak jauh dengan Mie Selera rakyat, namun membawa embel-embel R-A-M-E-N. Ya, saya tahu ramen ketika sekolah dasar. Tapi kok rasanya begini? Keluhku. Apa mungkin semua rasa mi seperti begini?


Tentunya tidak seperti itu seharusnya. Hanya simpanan recehku saat itu hanya bisa menikmati mie dengan kualitas itu-itu saja, tidak meningkat.
Untungnya saya bisa hidup dan besar agak-agak kota. Jadi, pengalaman tentang mie instan tidak jelek-jelek amat.
Ternyata mie banyak jenis nya. Porsi nya pun banyak-banyak. Kalau sudah bosan dengan mie instan, saya mencari tukang mie yang lewat depan rumah, atapun di pinggir jalan raya yang biasanya ramai dengan suara perkusi pada penggorengan.
Semakin dewasa, dewasa, dewasa, akhirnya kulia. Ngungsi ke Bandung. Kebetulan waktu itu saya sedang kagum sekali dengan varian mie ramen ala jepang yang banyak dijual di Bandung. Banyak anak muda yang menikmati, ya tentunya untuk mencapai atau menyamaratakan lidah dengan pergaulan Kota itu, saya ikut-ikutan menikmati mie ramen dengan tingkatan rasa pedas.  Saya hanya sanggup ya paling pedas itu level 4. Tapi kalau rata-rata untuk menikmati sih, level 2. Saya nggak bisa banyak menantang cabai pedas yang semakin gila rasanya.
Sejak menikmati banyak jenis ramen, bahkan banyak makanan yang serba pedas di Bandung, akhirnya mimpi buruk terjadi.
Saya terkena maag.
Jreng.
Sangat-sangat menyesal, deh.

Mie ramen pedas, Gehu pedas, keripik singkong pedas. Apalagi yang kurang pedas?

Mungkin karena lepas control jauh dari orang tua pula, keseimbangan gizi tidak teratur membuat semua ini sudah terlanjur.
Maag itu membayang-bayangi hidup saya sampai saat ini.

Kalau tidak salah, begini ceritanya.
Dengan riang saya selalu menikmati makanan pedas, banyak tugas dan hari itu memilih untuk pulang ke Serang, dengan mamah. Mungkin karena terlalu sibuk dan focus tugas hari itu, dilanjut pulang tanpa kesadaran untuk lapar. Malam hari diperjalanan pulang, di rest area saya makan, dengan banyak lumuran sambal. Keesokannya saya sakit perut yang tiada duanya.
Selesai.

Seperti itulah rasanya petualangan pedas yang saya alami.
Mulai saat itu saya selalu berusaha mengurangi porsi makanan pedas. Namun apa mau di kata, selalu saja menyempatkan diri untu memakan makanan pedas. Cemil sedikit, pedas. Salah dikit, sakit lagi. Begitu terus siklus nya. Sampai awal tahun 2015 ini, Saya tidak bisa memakan pedas (hampir tidak bisa sama sekali).
Benar-benar mengurangi.
Sedih rasanya.
Loh, jadi ngomongin maag.
Balik lagi ke Mie Instan.
Mungkin rasa Cinta terhdapap makanan sejuta umat belum selesai sampai di 2015. Mie instan tidak bisa dihindari, dong. Dari yang murah sampai mahal, dari yang mudah sampai yang susah. Mie instan ada di kasta mana saja. Siapa yang nggak suka mie instan? Kalau ada, kamu hebat.
Alam bawah sadar saya pun sampai melakukan sinkronasi terhadap mie instan.

Contohnya, ketika mengerjakan tugas. Bukan untuk menemani nugas, tapi menjadi objek tugas.
HAHAHA
I choose you, mie instan. Kamu nggak bisa dibalik layar terus. Biarkan saya mengapresiasikan kecintaanku padamu. Dengan membuatkanmu sebuah iklan.
Awalnya sih nggak sengaja milih mie instan, karena di acc sama dosen saya kebingungan memilih produk untuk iklan makananan dalam rupa fotografi.

Saya memilih makanan, semuanya makanan. Ketika saya acc dan malah ditanya balik mau pilih produk yang mana, saya menunjuk tanpa mikir panjang. Saya memilih mie instan. Indomie Goreng rasa Sate Ayam.
Pokoknya gitu deh, setelah acc dan di buat sketsa, dikerjain dah tuh konsep yang sebelumnnya di acc. Berkat bantuan temen-temen, dan kost-an Daud yang diacak-acak sama rempah buat bahan fotografi, akhirnya selesai.

Nggak, nggak tahu deh nilainya berapa. Pokoknya saya puas sama hasilnya.
Di foto beberapa kali sampai mabok dan keram karena posisi foto yang salah, dan temen-temen yang megangin flash, reflector sama cermin buat nambah cahaya.
Lukas, Yopi, Daud, Terima kasih sudah membantu krim sambal kacang sama rempah-rempah mentah itu jadi objek foto yang enak diliat mata.


zblog

You Might Also Like

5 komentar

  1. Yang jelas mah kalo laper dan males masak, mie instan solusinya. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. yoi, makanan kebangsaan X)
      etapi, kalo males masak di remes langsung dong mie nya :|

      Hapus
  2. Ga ada yg ngalahin rasa mie instan Indonesia. Tapi ya harus dibatasin makannya, jangan sering-sering demi kesehatan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, enek juga kan kalo terlalu sering nge-mie. yang jarang-jarang juga yang bikin tetep enak hahaha

      Hapus
  3. banyak mie instan yang sudah banyak rasa yang bisa kita pilih sendiri, mulai dari rasa sate, cabe hijau, empal gentong dan banyak lagi..

    BalasHapus

Berikan komentarmu dan kita bisa berdiskusi di sini!