Fall and Get Stronger

  • Kamis, Oktober 20, 2016
  • By Reza Kurniawan
  • 2 Comments

Bersembunyi di manakah saya?
We are all broken. That’s how the light gets in.

Quote ini dalam banget, ya? Kebetulan saya baru melihat quote Ernest Hemingway itu melalui ilustrasi Joey Chou. Karena hal tersebut, saya jadi teringat mengapa saya terjun di dunia desain. Sebelum saya memilih desain, saya pun pernah jatuh, hancur. Tidak tahu harus bagaimana, dan membuat saya mempunyai tekad lebih kuat daripada sebelumnya. Ceritanya itu…. sebagaimana hype anak SMA yang baru lulus tengil nggak tahu diri, saya memberanikan diri memilih sebuah jurusan yang dapat mempengaruhi energi, langit, dan dewa petir. Bisa tebak jurusan apa?

teknik elektro, electrical engineering. Menantang kemampuan daya otak kiri sebagai hal yang menonjol, konsep teknis kelistirkan dan kemampuan berhitung yang menjadi bahan bakar, dan membiarkan otak kanan mengendap dalam hampa. Hampa banget malah.

Di elektro, saya belajar menjadi pengendali listrik yang kelihatannya mengerikan menjadi teman sehari-hari. Kabel di sana dan di sini, ini sih bakal jadi sobat doctor octopus nya spiderman. Ditunjang dengan adanya kemampuan diri yang cukup, dan kemampuan kemandirian pun diukir sedalam-dalamnya. Ospek kampus, fakultas dan jurusan pun menjadi pelengkap. Gile, ospek aja dikeroyok dalam 3 paket begitu. Di dalamnya pun masih mempunyai hirarki alam kejam yang mengatur. Jurit malam di pegunungan dingin, dan botak pelontos itu nggak aneh. Menjadi anggota himpunan, dan mengikuti beberapa kegiatan kampus yang membuat saya jadi penghuni kampus tulen. Praktikum hingga tengah malam, rapat organisasi hingga pagi, membuat mental saya lebih kuat seperti manusia baja hitam. Teman-teman yang solid dan selalu bersama, yang memang mencirikan anak teknik di sini. Kompak. Ribut satu, ribut semua. Kalau kamu satu almamater dengan saya ketika itu, demo hingga ricuh anak teknik menyerang jurusan lain untuk menjemput sesame teknik ketika ospek kampus itu tidak aneh. Runyam. Buset banget sih ini, emang pada doyan ribut kali. Nano-nano deh rasanya.

Hingga sampai pada akhir ujian tengah semester di semester dua, di mana titik jenuh saya memuncak. Dalam seminggu ujian itu, saya memang merasa beban sekali kalau melanjutkan untuk kuliah. Beban nggak sih, ipk satu koma? Terus dilanjutin pun engap-engapan. Mikir sampai limiter di kepala mentok, tetap sama saja. Di hari terakhir ujian itu, saya mengendarai motor sejauh kurang lebih 20 Kilometer, yang memang setiap hari saya lewat antara Serang – Cilegon. Selalu, dan selalu terpikirkan akan beban otak kiri yang selalu diatas limiternya selama ini. Rasanya semakin berat.

Tiba-tiba, di seberang jalan ada seorang bapak tampang nyebelin yang menyetir motor ingin menyebrang. Tapi secara mendadak. Terus ngegas pol, terus ngebut. Secara spontan saya pun mengerem mendadak. Ngiiiiiik. Ngesot gitu bunyinya. Bapak-bapak bermoto nekat itu nyelonong aja mengambil jalur saya. Siapa yang nggak panik? saya berusaha mengerem dengan sekuat tenaga. Tapi… pake rem depan. Kebayang kan kayak gimana? Rem depan ditekan mendadak, ban belakang mulai melayang ke arah kanan. Sialnya lagi, pijakan kaki sebelah kiri saya menyerempet motor bapak tukang nyelonong-nekat-super-nyebelin. Saya tergelincir dan melayang ke atas langit. Pada saat itu, saya menjadi tahu bagaimana manusia terbang dengan kecepatan tinggi di dalam film fiksi. Mengasyikan. Hal yang menyakitkan hanya pada saat terjatuh. Terseret beban motor dan badan sendiri beberapa meter di tengah jalan. Untungnya truk masih bisa bersahabat dengan jalanan, mengerem tepat waktu. Jalan menjadi ramai, dan rasanya sedih sekali menjadi pusat perhatian. Hih.

Sebal nggak, anak rumahan yang selalu menyendiri ngerjain apa apa, tiba-tiba menjadi pusat perhatian di tengah jalan, dikerubungi warga dan digotong menuju samping toko keramik. Udah tau saya berat. Nggak tega aja sama warga ngegotong badan gede begini. Bukan kenapa-kenapa, soalnya kaki kiri nggak mau gerak ketika diajak berdiri, ternyata kaki kiri keseleo. Bukan, bukan hanya keseleo, tapi… patah. Syok pake banget dong. Bengong di tengah jalan. Setelah titik itu pun, saya istirahat selama dua bulan, dan mematangkan diri untuk berhenti kuliah. Meninggalkan Segerombolan teman-teman angkatan yang kompak dan selalu bersama, tapi hidup harus tetap berjalan sesuai arus kuat maupun arus yang lemah dalam hidup.

Silaturahmi itu nggak hanya sampai di situ. Beberapa hari yang lalu saya pun mengikuti ospek jurusan teknik elektro karena diajak teman-teman walaupun dunia kami sudah berbeda. Foto diatas adalah foto ospek jurusan ketika saya menjadi elektro angkatan 2011 yang ikut berkumpul kembali. Di benak saya ketika saya meninggalkan teknik adalah akan sukses dengan jalan sendiri. Dua semester itu menjadikan saya semakin kuat hingga saat ini, yang selalu menjadi pecut semangat bagaimana saya memulai semuanya, dan bagaimana harus diakhiri dengan baik. Jalan awal menyelesaikan kuliah pun sudah lengkap. Saya harus berusaha lebih keras kembali menjadi manusia di kehidupan yan sebenarnya.

Untuk seseorang yang membaca post ini sampai akhir pun, kamu kuat. You’re strong than you know.

We are all broken. That’s how the light gets in.

Manusia terjatuh, manusia terpuruk, manusia dapat menjadi lebih baik, dan sangat baik di kemudian hari. Hal itu yang membuat saya percaya kalau manusia adalah sebagai entitas yang akan selalu berevolusi menjadi lebih baik.

Yeah, it’s you. You can be better. Let’s fall and get stronger.

You Might Also Like

2 komentar

  1. wkwkwkw, sama brur. smk gue teknik mesin, kuliah teknik informatika, pindah lagi sekarang jadi sastra.... wkwkwkw :D

    tapi bersyukurnya, gue jadi sekelumit tau mengenai hal hal yang orang lain tau. salah jurusan? jangan diambil hati, setidaknya kita tau lebih banyak di bidang lainya daripada orang lain. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih pengalaman banget kayaknya, yu .____.
      yoih men, jadi lebih matang ya :))))))))

      Hapus

Berikan komentarmu dan kita bisa berdiskusi di sini!