Darklight Nights

  • Kamis, Desember 01, 2016
  • By Reza Kurniawan
  • 0 Comments


Apapun yang ingin dijadikan kambing hitam, salahkanlah kegelapan. Kesucian cahaya, kesalahpahaman dunia, perilaku buruk seluruh semesta, hanya dengan menyebut kutukan itu berasal dari kegelapan, selesailah seluruh riuh perkara. Mudah bukan?

Tapi, kalian para mahluk hidup pernah memikirkan perasaan kegelapan? Pernah? Tidak pernah sekalipun? 

Ah iya, kegelapan tidak punya perasaan, kegelapan pernuh dengan kemurkaan, kehancuran. Iya, dalam imajinasi artificial yang kalian miliki. Tipikal mahluk asumsi zaman ini. 

Lihatlah akibatnya, Awan Nimbostratus tidak bisa mendekati Kumulus. Kumulus dikenal dengan awan cerah yang menyenangkan bagi siapa saja, bergaul dengan siapapun. Kumulus biasanya besar karena pergaulan yang luas, terlihat cerah dan putih seperti sifatnya, berkelompok dengan siapapun. Tapi kalau Kumulus ditinggal sendirian tanpa kepastian, Kumulus pun bisa menyendiri. Dia terlihat cerah, namun inti tubuhnya menjadi abu secara perlahan. Dia pun bisa kesepian, memunggungi stratosfer pun jadi kegiatan pokoknya, dan menatap ke bumi adalah kebiasaannya. Kalau cumulus sendiri, ia tidak terlihat indah, hampa dan terlantar ditengah birunya langit dunia. 

Karena Kumulus kesepian dan sedih, spektrumnya pun menjadi mirip dengan Nimbostratus sehingga dia menyadarinya. Nimbo tentu saja tidak bisa tinggal diam. Buat apa Kumulus selalu sendiri dan menyendiri tiada akhir dan terlihat murung? Setiap hari terlihat sedih, menderita dan menjadi sedikit kelam. Walau Nimbo dikenal sebagai awan gelap pembawa hujan, ia tidak pernah segan untuk menolong siapapun yang membutuhkannya, terutama mahluk bumi tanpa pandang apapun. Wajar bukan? 

Nimbo dan Kumulus kenal secara tidak sengaja. Mereka selalu berpapasan dan saling menatap satu sama lain. Tapi ketika menatap Kumulus sedih, Nimbo menjadi khawatir. Wajar kan?

Nimbo tidak mau Kumulus kesepian. Apa salah Nimbo jika mendekatinya? Memberinya bantuan, memperlihatkan rasa kasih sayang yang tulus tanpa membedakan perbedaannya, cerita apapun yang bisa membuat mereka semakin menjadi spektrum yang sama. Tapi kenapa dunia memandang kegelapan awan Nimbo selalu menyeramkan? Ia pun bisa memberi ketenangan pada Kumulus. Memberi apa yang Kumulus butuhkan, bukan apa yang Kumulus inginkan untuk sesaat. 

Tapi memang mustahil rasanya menyatukan Kumulus dan Nimbo. Kumulus pun menjadi ragu. Ia tidak bisa membuka hatinya untuk Nimbo, ia masih bingung realitas mana yang ia hadapi saat ini. Mungkin terasa wajar ketika Kumulus ditinggal, dan ia membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan keadaan. Mungkin Kumulus tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan konkrit yang terkait masa depannya. 

Mungkin. Mungkin. Mungkin saja memang Nimbo tidak pernah akan bisa diterima oleh Kumulus. Kalau mereka bersatu, Kumulunimbo akan tercipta dan menjadi badai dan bencana di mana-mana. Takdir memang pahit. Mau menjadi mahluk sebaik apapun, Nimbo tidak akan pernah dianggap oleh Kumulus. Seikhlas apapun, setulus apapun. Nimbo hanya dianggap perantara bencana. Nimbo tidak akan pernah meraih Kumulus. Sebesar apapun pengorbanannya, Kumulus tidak akan pernah menerima Nimbo di malam gelap sekalipun. Cahaya dan kegelapan tidak pernah bisa bersatu.

Tidak akan pernah.

Walaupun cita-cita Nimbo menjadi yang terakhir bagi Kumulus, walaupun keinginan Nimbo untuk membahagiakan Kumulus, Walaupun Nimbo ingin Kumulus selalu tersenyum, apapun. Walaupun cinta itu tetap ada selamanya, Tapi Mereka tidak akan pernah bersatu, iya kan?





You Might Also Like

0 komentar

Berikan komentarmu dan kita bisa berdiskusi di sini!